Ternyata Growth Mindset Selaras dengan Stoikisme
Hari Minggu kemarin, cuaca mendung bahkan sempat gerimis. Paling enak ngapain? Ya rebahan (sambil scroll sosmed). Tapi, aku memilih untuk pergi ke sebuah kegiatan positif, dan itu keputusan yang tepat!
Tahun ini aku lagi nyamar jadi ekstrovert (padahal aku introvertnya parah), dengan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, salah satunya adalah Desamind Chapter Purbalingga. Terbiasa dengan pengabdian di luar Purbalingga, ini saatnya aku mencoba pengabdian di kampung halaman sendiri. DCP aku pilih sebagai suatu ruang untuk bertumbuh dan memperluas teman satu daerah.
Dan Minggu kemarin, aku ikut Upgrading Desamind Chapter Purbalingga. Saking asiknya mendengarkan dua pembicara (Mba Nida dan Kak Ova), aku sampai lupa mencatat. Ini aku tulis mengandalkan ingatanku. Meski kedua pembicara membahas topik yang berbeda, aku bisa menarik benang merah perbincangan kemarin berhubungan dengan Stoikisme.
Dalam berorganisasi, akan selalu ada masalah, baik dari internal maupun eksternal. Menurut Mba Nida, kita harus jadi pribadi yang fleksibel di setiap situasi, terutama dalam konteks sosial dengan orang-orang yang beragam. Harus belajar menurunkan ekspektasi dan berdamai dengan ketidaksempurnaan yang terjadi di lapangan. Dalam Stoikisme, ada konsep "Premeditatio Malorum," sederhananya berlatih menderita dengan memikirkan skenario terburuk. Seperti yang dikatakan Seneca, "Orang yang paling menderita adalah yang selalu mengharapkan keberuntungan." Dalam berorganisasi, biasanya kita sudah menyiapkan rencana A dan berharap semuanya berjalan lancar, tapi kenyataannya tidak selalu demikian.
Dengan "Premeditatio Malorum," kita mencoba memikirkan kemungkinan buruk yang tujuannya untuk menyiapkan rencana B, C, dan D. Kita juga harus belajar bahwa anggota-anggota dalam organisasi karakternya beragam. Sudah menjadi hal lumrah saat ada anggota yang semangatnya surut dan tidak aktif lagi; kita tidak bisa mengontrol mereka, itu di luar kendali kita. Tetapi kita wajib mengupayakan untuk reach mereka duluan.
Baca Juga >> 6 Petuah Stoik Untuk Menghadapi Kegagalan
Growth Mindset itu diperlukan agar kita bisa maju! Kalau kata Kak Ova, "Arti dan taraf sukses masing-masing orang memang berbeda. Tapi tidak ada orang sukses yang tidak memiliki growth mindset." Orang dengan growth mindset suka tantangan, cinta belajar, dan terus mengembangkan diri. Dalam Stoikisme, ada dikotomi kendali, yang fokusnya adalah pada apa yang bisa kita kendalikan termasuk usaha kita untuk terus menjadi manusia yang berkembang lebih baik.
Kak Ova menekankan pentingnya networking dan menularkan prinsip, "Keluar rumah setidaknya kamu mendapatkan antara uang, relasi, pengalaman, atau pengetahuan." Sama halnya ketika kita berorganisasi yang kegiatannya sukarela. Meskipun tidak mendapat uang, kita bisa mendapatkan relasi, pengalaman, dan pengetahuan.
Kak Ova juga bilang, "Mengubah orang yang ngga mau maju lebih sulit dibandingkan memindahkan Gunung Slamet!" Kenapa? Karena Growth Mindset harus berawal dari kesadaran diri. Growth Mindset akan lebih mengapresiasi proses dan progres, bukan hasil akhir. Ini selaras dengan konsep Stoikisme, yang menekankan bahwa yang terpenting adalah memaksimalkan upaya kita, sementara 'hasil' itu di luar kuasa kita.
Sebagai seorang introvert yang hobi banget menyendiri dan malas keluar rumah, aku sangat bersyukur karena tahun ini aku memberanikan diri untuk keluar dan melibatkan diri dalam kegiatan positif. Meskipun awal beradaptasi itu berat karena energi sosialku cepat habis, tapi itu sepadan karena aku bisa mengalami hal-hal yang tidak akan aku alami jika hanya terus mengurung diri!
Bonusnya kegiatan kemarin diadakan ditempat yang aesthetic, hehe.
Tidak ada komentar: