Menikah

Februari 03, 2024


Diumurku yang saat ini genap 24 tahun, aku memutuskan untuk....


Belum menikah, hehehe. 

Memasuki umur 24 tahun, tentu sudah banyak teman sebayaku yang menikah. Apalagi perempuan. Bukan, aku bukan mau bahas tentang kenapa aku memutuskan belum menikah atau kapan mau menikah. Ya, udah tau jawabannya lah ya? (belum ada jodohnya, wkwkwk)



Sebetulnya, topik pernikahan sudah jadi momok sejak aku umur 19 tahun. Sesaat setelah lulus SMK, teman-temanku sudah banyak yang menikah. Ya, menikah muda.



Baru-baru ini aku menyadari akan satu hal, sepertinya fenomena pertanyaan "kapan nikah?" sudah jarang aku dengar. Se-enggaknya di lingkungan sekitarku. Dulu, saat aku usia 19-20 tahun, pertanyaan ini masih sering dilontarkan orang sekitar. Tapi, sekarang aku ngga pernah lagi dapet pertanyaan itu dari orang-orang. Tentu ini adalah hal yang bagus, aku bersyukur berarti sudah mulai ada perubahan pola pikir orang-orang untuk ngga terlalu menanyakan hal pribadi. 



Bicara soal menikah muda, orang tuaku termasuk yang tidak mendukung konsep itu untuk anak-anaknya. Meskipun mereka dulu menikah muda. Bagi orang tua ku, terutama mamah, ada banyak prioritas lain dalam hidup selain memikirkan menikah. Aku paling banyak diskusi soal pernikahan dengan mamah. Suatu saat, aku pernah mendapat nasihat supaya ngga perlu khawatir soal jodoh. "Kak, ada takdir yang ngga bisa kita ubah, jodoh dan kematian. Yang penting kamu selalu belajar jadi orang yang lebih baik. Kamu ngga tau, mana yang jemput kamu duluan, jodoh atau kematianmu, tapi apapun itu selalu persiapkan diri." Kata mamahku kurang lebih kaya gitu.



Nasihat itu selalu terngiang dan menurutku masuk akal. Selama ini memang aku ngga pernah khawatir ngga dapet jodoh. Tapi mendengar ucapan mamah 4 tahun yang lalu itu membuatku jadi berpikir. Kalau aku coba liat pakai kacamata Stoik, jodoh itu ya memang bukan dibawah kendaliku, ngga tau kapan datangnya. Sementara, yang dibawah kendaliku adalah sikap dan perilaku diriku sendiri, kewajibanku membenahi itu. Dan Stoik pun melihat kematian sama seperti Islam, tidak tau kapan datangnya, dan kita wajib untuk senantiasa mempersiapkan kematian itu setiap harinya. Intinya, sebagai manusia fokusnya adalah terus memperbaiki diri menjadi lebih baik. Supaya kalau bertemu kematian atau jodoh, kita sedang dalam keadaan baik.




Berbeda dengan mamah, ayahku tidak terlalu banyak membicarakan soal menikah. Tapi ada satu titik kesamaan di antara mamah dan ayah soal pernikahan. Mereka ngga mau menjodohkan aku. (padahal aku ngga masalah kalau dijodohin, wkwk). Mungkin belajar dari pengalaman mereka, menikah muda dan dijodohkan itu yang membuat mereka tidak mau terlalu ikut campur soal pasangan anak-anaknya. Bagi mereka, dalam memilih pasangan itu ya hak aku sendiri. Meskipun tetap restu orang tua berperan juga nantinya, tapi pertama-tama harus dari pilihan dan keyakinan diriku sendiri dulu. 



Anyway, ada satu hal lagi yang baru aku sadari, sepertinya saat ini menikah dengan konsep sederhana sudah menjadi trend baru. Aku bersyukur dan seneng banget buat yang satu ini. Sekarang, menikah cuma di KUA atau masjid dan mengadakan syukuran hanya dengan sedikit orang terdekat sepertinya sudah dinormalisasi. Aku termasuk yang mendukung konsep ini. Well, karena aku emang dasarnya introvert, ngga suka pesta dan jadi pusat perhatian, dari dulu dream wedding ku yang simple dan low budget. Ngga perlu ada pesta perayaan sampai berhari-hari dan mengundang banyak orang. Aku bersyukur kalau ini menjadi konsep pernikahan yang sudah mulai banyak diterapin orang-orang, jadi udah ngga dianggap aneh lagi kalau nanti menikah dengan konsep seperti itu juga. 



Satu lagi topik menikah yang paling sering ditanyain adalah "target menikah." Kapan sih target menikahmu? Aku pernah dapet pertanyaan ini dan aku selalu konsisten menjawab "aku ngga punya target menikah di usia tertentu." Satu yang pasti adalah aku masih memfokuskan diri untuk punya kesadaran dan pemahaman diri yang baik dulu. Membenahi diri, memulihkan trauma-trauma masa lalu yang mengganggu, belajar mengontrol diri, punya tujuan hidup yang kuat, dan mencapai kebahagiaan dan kepuasan diri sendiri dulu. Mengapa? Menurutku penting untuk 'selesai' dan 'puas' sama diri sendiri dulu, sehingga saat pernikahan tiba kita mampu membentuk relasi pernikahan yang lebih sehat dan mencintai pasangan tanpa menuntut. 


Juga penting untuk membekali diriku dulu dengan berbagai ilmu. Karena aku yakin pasanganku nanti layak mendapatkan versi terbaik diriku.



Intinya, aku tutup dengan kutipan dari Habib Jafar "Menikahlah diwaktu yang  tepat, bukan diwaktu yang cepat."




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.