Aku tak menyangka, sebuah pekerjaan telah membawa ku ke suatu kota yang kaya akan sejarah, budaya dan keindahan pantainya, Jepara. Ini pertama kalinya aku mengunjungi kota kecil yang dikenal sebagai Bumi Kartini, tempat kelahiran pejuang perempuan, R.A Kartini. Aku tidak hanya singgah, tetapi menetap untuk beberapa saat. Meskipun singkat, namun pengalaman di sana sangat mengesankan dan menyimpan banyak kenangan.
Jepara tidak jauh berbeda dengan kota kelahiranku, Purbalingga. Kotanya kecil, tanpa mall dan tidak terlalu ramai. Bagi aku, cuaca di sana sangat panas, hampir mirip dengan Semarang. Mungkin karena letaknya berada di pesisir pantai.
Saat itu, aku tinggal di Desa Krapyak, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Lokasinya dekat sekali dengan Pantai Tegalsambi dan Pantai Teluk Awur. Cukup 7-10 menit aja untuk sampai ke pantai. Sama halnya kalau ke Pantai Kartini dan pelabuhan penyeberangan menuju Karimun Jawa, paling hanya butuh waktu 10 menit.
Lokasi pantai yang dekat dengan tempatku menjadi sumber kesenangan tersendiri kala itu. Setelah selesai bekerja, sering kali aku menghabiskan waktu di sana bersama rekan-rekan kerja. Bagi aku, berada di tepi pantai merupakan obat mujarab untuk menenangkan pikiran. Salah satu momen favorit ku adalah menikmati matahari terbenam sambil berbincang santai dengan teman-teman. Aku juga beberapa kali menemani temanku yang hobi memancing, meski itu bukan aktivitas yang begitu aku minati. Namun, momen tersebut memberi kesempatan untuk ku menikmati ketenangan, merasakan deburan ombak, serta melihat cantiknya matahari tenggelam. Terkesan biasa, tetapi hal-hal tersebut membantu ku untuk merilekskan diri sejenak dari tekanan kerja saat itu.
|
dokumen pribadi : Pantai Kartini |
|
dokumen pribadi : Pantai Kartini |
|
dokumen pribadi : Pantai Kartini
dokumen pribadi : Pelabuhan Kartini
dokumen pribadi : Pelabuhan Kartini
|
Tak hanya keindahan matahari tenggelamnya yang membuatku terkesan. Sambutan hangat dan senyuman ramah orang-orang lokal, membuatku merasa nyaman saat berada di sana. Setiap cerita yang mereka bagikan, perlakuan hangat mereka, sampai saat ini masih menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Seperti yang sudah aku singgung sebelumnya, Jepara kaya akan budaya. Selama di sana, aku mengunjungi beberapa tempat dan mengenal budaya di sana lebih jauh lagi. Salah satu yang membuat aku kagum adalah hampir setiap desa memiliki Masjid megah dengan hiasan ukiran kayu yang sangat indah.
|
dokumen pribadi : Masjid Jami' Biturrohim Desa Wisata Petekeyan |
|
dokumen pribadi : Masjid Jami' Biturrohim Desa Wisata Petekeyan |
|
dokumen pribadi : Masjid Jami' Biturrohim Desa Wisata Petekeyan |
|
dokumen pribadi : Masjid Baiturridlo Pantai Kartini |
Selama di sana, aku mengunjungi empat desa wisata yang semuanya memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya Desa Wisata Petekeyan. Mayoritas penduduknya adalah para pengrajin ukir kayu. Maka dari itu, Desa Wisata Petekeyan dikenal sebagai Kampoeng Sembada Ukir. Menariknya, kebanyakan dari mereka yang menekuni profesi ini adalah para perempuan. Tak hanya terkenal di dalam negeri, hasil kerajinan ukir Jepara juga sangat terkenal hingga ke mancanegara. Banyak hasil ukiran Jepara yang diekspor ke luar negeri.
Masyarakat setempat mewarisi keahlian mengukir dari generasi sebelumnya, meskipun generasi muda saat ini cenderung memilih profesi lain karena perkembangan zaman. Meski begitu, masyarakat di sana tetap berusaha untuk mempertahankan warisan budaya lokal mereka. Mereka mengintegrasikan seni ukir sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah setempat untuk memicu generasi muda agar tetap menjaga kekayaan seni tradisional nya.
|
Dokumen Pribadi : Proses Pembuatan Kerajinan Seni Ukir |
|
Dokumen Pribadi : Proses Pembuatan Kerajinan dari Limbah Kayu
|
Selain terkenal sebagai produsen kayu ukir, Jepara juga ternyata produsen Kain Tenun. Desa Wisata Troso adalah desa yang memproduksi Kain Tenun. Masyarakat Desa Wisata Troso mayoritasnya berprofesi sebagai produsen Kain Tenun. Proses pembuatannya masih sangat tradisional dan mengandalkan tenaga manusia. Menariknya, hasil kain tenun ini dikirim ke beberapa daerah seperti Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
|
Dokumen Pribadi : Proses Pembuatan Kain Tenun Troso
|
|
Dokumen Pribadi : Proses Pembuatan Kain Tenun Troso
|
|
Dokumen Pribadi : Kunjungan Ke Tempat Produksi Kain Tenun Troso |
|
Dokumen Pribadi : Proses Pembuatan Kue Japit Khas Desa Troso |
|
Dokumen Pribadi : Kunjungan Ke Display Hasil Kerajinan Kain Tenun Troso |
Jepara juga punya Desa Wisata yang menarik, dikenal sebagai Kampung Pancasila, yaitu Desa Plajan. Di sana, masyarakat dari beragam suku dan agama hidup berdampingan dengan harmonis. Terdapat empat agama yang dianut oleh masyarakat Desa Wisata Plajan, yaitu Islam, Hindu, Kristen, dan Buddha. Meski beragam, aku merasa masyarakat di sana cenderung lebih toleran dan terbuka. Lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Aku merasakan atmosfir pedesaan dan keramahan penduduknya yang sangat kuat. Setiap kali aku ke sana, mereka selalu menjamu dengan makanan khas, yaitu horog-horog (terbuat dari tepung pohon aren). Selain itu, Desa Wisata Plajan juga menyimpan wisata sejarah, yaitu Gong Perdamaian dan Goa Sakti.
|
Dokumen Pribadi : Pura Dharma Loka, Desa Plajan
|
|
Dokumen Pribadi : Gong Perdamaian, Desa Plajan |
Epilog
Jepara bukan hanya destinasi pekerjaan, tetapi juga tentang perjalanan penuh kenangan yang tak terlupakan. Perjalanan yang membawaku untuk mengenal orang-orang, budaya, dan cerita baru. Meski begitu, masih banyak sudut-sudut Jepara yang belum aku jelajahi. Semoga suatu hari nanti, aku bisa kembali ke sana untuk mengeksplorasi sudut lain dengan cerita yang baru.
Tidak ada komentar: