Pertama Kali Ikut Lomba Menulis | Penerbit Buku Kompas x Gramedia Writing Project

Mei 16, 2023

 


Aku masih ingat, saat itu tanggal 14 Februari 2023, aku melihat instagram story Om Piring (@hmanampiring) yang me-repost postingan instagram Buku Kompas x Gramedia Writing Project tentang "Lomba Menulis Esai Personal" dengan tema "Stoa : Way Of Loving (Cara-Cara Stoa dalam Mencinta)".




Seketika aku langsung tertarik saat melihat postingan itu. Sebagai seseorang yang telah mempraktikkan Filsafat Stoa, aku sangat antusias ingin mendaftar, meskipun belum ada gambaran yang jelas akan menulis apa nantinya. Sebetulnya ada banyak hal yang bisa aku tuangkan dalam tema tersebut, karena sudah dua tahun ini aku sedang mendalami Stoa. Supaya ngga lupa, malam itu aku save dulu postingan tersebut. 


Keesokan harinya, tanpa ragu aku langung mengisi formulir pendaftaran. Sampai saat mengisi formulir pun sebetulnya aku masih belum tau mau menulis apa, tapi ya sudahlah yang penting daftar dulu. Tenggat waktu pengumpulan karya masih satu bulan lagi, jadi masih ada waktu untuk memikirkan hal itu. 



Sejujurnya, selama setahun lebih aku menulis di blog, tidak pernah terlintas dipikiranku untuk mengikuti lomba menulis. Aku merasa tulisanku masih belum layak untuk diikutkan dalam kompetisi. Awalnya aku  menulis blog juga dengan tujuan hanya ingin menuangkan pikiran dan menjadi kegiatan positif baru untuk mengisi waktu. Bahkan ngga ada sama sekali usaha untuk mencari pembaca di blog ku, karena bagi aku menulis itu sudah seperti suatu hobi sekaligus terapi untuk diriku sendiri. Jadi aku tidak terlalu mementingkan apakah blog ku ada yang baca atau enggak.


Ketika kesempatan ini datang ada perasaan antusias, tapi di sisi lain ada perasaan ragu-ragu juga. Inilah saatnya mempraktikkan Stoa/Stoikisme. Aku mencoba untuk menganalisa pikiranku bahwa perasaan ragu-ragu ku ini datang karena aku merasa tulisanku masih belum layak, masih banyak kekurangan, jadi aku ngga pd mau ikut lomba itu. Kedua, aku masih bingung apa itu esai personal dan bagaimana cara menulisnya. Inilah hal-hal yang menghambat ku untuk maju. 


Setelah menganalisa, akhirnya aku mencoba mengambil solusi. Pertama rasa ragu-raguku itu datang dari pikiranku sendiri atau persepsi yang aku bangun bahwa tulisanku masih belum pantas untuk diikutkan lomba. Menurut Stoa pikiran kita itu bisa dikendalikan kapanpun. Akhirnya aku mencoba meyakinkan diri dengan cara memperkuat tujuanku mengikuti lomba ini. Aku berkata pada diriku sendiri saat itu, lomba ini akan aku jadikan sebagai kesempatan untuk memberanikan diri menunjukkan tulisanku ke orang lain, mengasah skill menulis, menuangkan pengalaman dan pemikiranku tentang Stoa yang selama ini aku praktikkan. Aku mengikuti lomba ini betul-betul karena dorongan atau motivasi internal. "Menang" sama sekali bukan tujuanku dalam perlombaan ini. Terlebih lagi ini adalah lomba menulis pertamaku, jadi aku niatkan hal ini menjadi kesempatan untuk mencoba sesuatu hal yang baru. 


Balik lagi ke pemikiran Stoa, bahwa "Kemenangan" itu diluar kendali kita. Ada banyak faktor yang menyebabkan kita menang, mulai dari penilaian juri, indikator tulisan yang dibuat oleh pihak yang bersangkutan, selera juri, dan lain sebagainya. Semua hal itu di luar kendali kita. Menurut Stoa, semestinya kita memfokuskan diri pada hal-hal yang berada di bawah kendali kita, dalam hal ini adalah "usaha kita". Jadi saat itu aku memfokuskan diri untuk mencari tahu apa itu esai personal, bagaimana cara membuatnya, dan mencari contoh-contoh esai personal yang baik. Begitu juga saat proses penulisan, aku menerapkan pemikiran Stoa. Aku berusaha menulis dengan sungguh-sungguh, jujur dan mengusahakan yang terbaik, semua itu adalah hal yang bisa aku kendalikan maka aku harus memaksimalkan hal tersebut. 


Akhirnya tiba H-3 sebelum tenggat pengumpulan karya di tutup. Saat itu tulisanku masih belum selesai. Penyebabnya adalah aku sedang demotivasi, benar-benar tidak ada keinginan untuk menulis. Ide pun sulit sekali muncul. Mungkin karena saat itu juga aku sedang stress mengerjakan bab pembahasan skripsi. Melihat tenggat yang sudah semakin dekat, akhirnya aku mencoba mencari cara lain agar mendapat ide menulis. Tertujulah pada buku harianku, aku membaca buku harianku dari tahun-tahun sebelumnya. Dari sanalah aku mendapatkan ide untuk menulis tentang "menerima sosok ayah". Sebelum aku menulis di blog, aku memang rutin menulis buku harian. Kebanyakan isinya adalah tentang perasaanku, tentang apa yang aku pelajari di hari itu, hal-hal yang aku syukuri, termasuk bagaimana aku mempraktikkan Stoa setiap harinya aku tuangkan dalam buku harian/diary. Dalam keadaan yang sebenarnya aku sedang tidak mood menulis, akhirnya aku mencoba pelan-pelan mulai menulis. 


Tibalah di hari terakhir tenggat pengumpulan karya. Tulisanku sudah hampir selesai, masih perlu dipoles sedikit lagi. Sebelum aku mengirim karya, aku sempat membuka karya teman-teman lain yang ikut lomba juga karena dapat diakses oleh siapa saja. Jujur, ada sedikit perasaan minder setelah membaca beberapa tulisan mereka. Di detik-detik terakhir itu aku masih sempat maju mundur untuk mengirim karya, perasaan ragu-ragu itu muncul lagi. Pada akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengirim karya. Aku berpikir bahwa aku harus menyelesaikan apa yang sudah aku mulai. Aku mengingat kembali tujuanku di awal mengikuti lomba ini bukanlah untuk mengejar kemenangan, jadi aku tidak perlu ragu-ragu atau minder. Setelah selesai mengunggah karyaku, aku hanya beberapa kali mengedit tulisanku karena ada beberapa kata yang typo. Selanjutnya aku langsung menutup tab Gramedia Writing Project dan tidak pernah membuka tulisanku lagi. Karena kalau aku mengulang terus membaca tulisanku, rasanya selalu saja ada yang kurang dalam tulisanku, jadi aku putuskan untuk tidak akan membukanya lagi sampai pengumuman lomba. Aku menyadari bahwa tulisanku itu jauh sekali dari kata sempurna, masih banyak yang harus diperbaiki, kalau aku baca tulisanku terus-menerus yang ada aku ngga tenang dan ingin terus memperbaiki. Jadi lebih baik aku membiarkan ketidaksempurnaan itu.
 





Singkat cerita, pengumuman lomba yang seharusnya dijadwalkan pada tanggal 26 April harus mundur dan tidak ada pemberitahuan dari pihak Buku Kompas maupun Gramedia Writing Project. Saat itu sebetulnya aku juga sampai lupa dengan lomba ini, bahkan saat itu aku sudah uninstall instagram. Hingga tibalah saat itu tanggal 3 Mei 2023, ada perasaan ingin membuka instagram sehingga akhirnya aku kembali mengunduhnya. Saat login berhasil, postingan pertama yang muncul di home page instagramku adalah postingan dari @bukukompas x @gwp.id yang mengumumkan pemenang lomba esai personal Stoa Way Of Loving. Aku melihat namaku tertulis disitu!. Jujur, pertama kali aku membaca itu ngga percaya (lebay, tapi beneran). Sampai akhirnya aku heboh sendiri, teriak-teriak, loncat-loncat ngga jelas dan adik-adikku yang sedang berada di sampingku saat itu bingung melihat tingkahku, hahaha. Hingga beberapa menit kemudian, aku masih memandangi postingan tersebut untuk memastikan bahwa apakah betul itu namaku yang tertulis di sana. Malam itu aku masih nggak menyangka. Apalagi yang memilih pemenangnya itu Om Piring (Henry Manampiring), penulis buku Mega Best Seller "Filosofi Teras"!. Sampai keesokan harinya, aku baru percaya ini adalah nyata hahaha. Saat aku mendapat pesan resmi dari tim Penerbit Kompas bahwa aku memenangkan lomba tersebut dan dapat ucapan selamat juga dari Om Piring. Satu hal yang membuatku terkejut adalah aku baru tau bahwa rewardnya bakalan makan malam bareng sama Om Piring!. Nggak nyangka tulisanku ini akan mempertemukan ku dengan idola.






Pelajaran berharga :
Kemenangan ini adalah pencapaian yang tidak akan pernah terjadi tanpa adanya usaha dari sendiri yang mampu melawan rasa takut dan tidak percaya diriku. Serta tidak akan pernah tercapai jika tim Buku Kompas dan Om Piring (Henry Manampiring) tidak memilih tulisanku. Terlepas dari segala usaha yang sudah aku lakukan, banyak sekali faktor-faktor eksternal yang memungkinkan aku mencapai ini semua. Jadi sebagai seorang Stoik dalam menyikapi kemenangan adalah "tidak usah terlalu berlebihan", karena kemenangan ini datang dari banyak faktor. Justru dari sinilah, semangatku untuk menulis semakin membara. Semakin ingin mendalami belajar dan mengembangkan kemampuan menulis.


Tanggapan dari Pembaca Esai Personal Ku :
Seperti yang sudah aku sebutkan di atas, bahwa setelah selesai mengunggah karya tulisanku, aku tidak pernah membuka lagi tulisan tersebut. Bahkan aku tidak membagikan tulisanku ke banyak orang, hanya orang-orang terdekat saja, itu pun aku tidak yakin mereka membacanya. Karena aku merasa tulisanku ini sangat personal sekaligus sentimental, setidaknya untuk diriku sendiri, jadi sejujurnya aku tidak ingin membagikannya. Baru pada saat pengumuman lomba itu tiba, aku memberanikan diri untuk membagikan tulisanku kepada lebih banyak orang lagi. Ternyata, banyak sekali respon positif yang tidak aku duga datang dari teman-teman dan saudara-saudara terhadap tulisanku. Sesuatu yang tidak pernah aku sangka juga sebelumnya dan hal itu akhirnya membuat semangat menulisku kembali lagi setelah lama tidak publish tulisan di blog. 


Pertama, respon dari adikku saat itu adalah menangis sepanjang membaca tulisanku. Setelah membaca tulisanku akhirnya dia jadi ikut terbuka dengan perasaannya dan kita akhirnya larut dalam perbincangan mendalam malam itu. Aku lega ternyata dari tulisan singkat ku ini ternyata mampu membuat adikku juga terbuka dengan perasaan dan pemikirannya terhadap ayah, dengan begitu aku juga bisa memberi masukan untuk mereka. 


Salah satu temanku, Mutia, tiba-tiba mengirim chat "Aku baru baca esaimu dan bagus banget, semangat terus ya Citra (emot love dan peluk).


Temanku, Adinda Rizqi, kebetulan saat ketemu di Kampus dia mengungkapkan secara langsung kepadaku (ini yang aku ingat), "Mba Cit, selamat ya! Aku udah baca tulisannya dan aku nangis!. Apalagi pas bagian menemukan makna yang mba tulis bahwa ngga semua anak perempuan punya sosok ayah yang hangat, itu ngena banget". Saat mengungkapkan itu Dinda juga sempat menangis, aku pun jadi ikutan pengin nangis, terharu. 


Temanku, Agustin, dia menyampaikan pesan ini lewatwhatsapp  :
"Pertama, I'm sorry to know what happened to you before ya mba. Sedih dan ikut ngerasain emosi yang mba taruh di sana. Tapi jujur salut banget sama perjuangan dan mindset yang mba tanemin buat menerima takdir sekaligus mencoba buat mencintai. Selesai baca ini, aku juga jadi introspeksi diri deh.", 
"Kedua, gaya tulisannya ringan polll dan enak dibaca. Ngga mblundet dan bikin pusing deh, makanya pesannya juga tersampaikan dengan baik.", 
"Ketiga, pola pikir yang mba tuangin ke tulisan ini juga sukses bikin aku jadi ikutan mikir kalau selama ini ternyata aku sering maksa dan keras ke diri sendiri, bahkan mungkin orang lain.", 
"Terakhir, kereeeeeen banget. JANGAN RAGU BUAT NULIS LAGIIIIII (emot love)", "Aku semakin bersyukur sama kondisi aku yang kadang ngga aku sadari, kalau hal-hal kecil yang aku anggap sepele, justru bisa jadi sumber kebahagiaan orang lain.", 
"Adem tulisannya, berasa diguyur le mineral dingin 10 liter". 


Dari tanggapan Agustin di atas, aku jadi menyimpulkan ternyata tulisan yang mampu menyentuh hati orang lain itu juga dapat menggerakan orang lain untuk melakukan hal yang lebih baik. Jujur aku terharu sekali dengan tanggapan Agustin terhadap tulisanku. 


Temanku, Afdal, menyampaikan kepadaku secara langsung. Kurang lebih begini yang ia sampaikan saat itu:
"Mba, aku udah baca tulisannya, bagus banget. Tadinya aku taunya Filsafat Stoa/Stoik cuma dari potongan-potongan video dan intinya itu cuma filsafat yang "bersikap bodo amat". Tapi dari tulisan mba ini aku jadi paham, kalau ternyata Stoa yang bener itu ya kaya yang mba sampaikan di tulisan mba. Jadi pada intinya Stoa itu melatih mental kita supaya tangguh ya. Kalau dari yang aku tangkap, orang-orang yang bisa bersikap stoik itu mereka-mereka yang sebetulnya udah punya morality compass. Tulisan singkat mba ini malah jadi kaya pendahuluan atau pengantar buat aku mengetahui tentang Stoikisme. Gara-gara baca tulisan mba, aku jadi ada keinginan buat menulis lagi".


Dari tanggapan yang Afdal sampaikan itu, jujur aku merasa sangat terharu. Ngga pernah nyangka ternyata dengan aku menulis mampu menggerakan orang lain untuk menulis juga dan membuat Afdal jadi lebih tertarik mempelajari Stoik!. 


Serta masih banyak tanggapan-tanggapan dari teman-teman lain yang juga sangat berarti untukku. Dengan adanya kesempatan ini, aku jadi semakin semangat menulis serta membagikan tulisanku!. 


Cerita keseruan makan malam dengan para pemenang bersama dengan tim Buku Kompas dan Henry Manampiring akan aku ceritakan di postingan selanjutnya. Terima kasih sudah membaca!


Salam hangat,
Theras Citra Reka



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.