Mengarungi Arus Hidup dengan Tangguh : Buku Filosofi Teras
Dulu, hidupku terasa selalu dalam keadaan gelisah. Ketenangan dan kedamaian dalam batin selalu menjadi tujuan yang aku cari. Aku sering kali merindukan kebahagiaan.
Di masa lalu, aku memiliki kecenderungan gampang sekali merasa tersinggung. Aku gampang banget tersulut emosi, bahkan untuk hal-hal sepele. Kerap kali, aku mengeluhkan situasi-situasi yang sebenarnya tidak terlalu penting, misalnya ketika rencana pergi terganggu oleh hujan yang turun tiba-tiba. Aku sering kali merasa tersinggung ketika mendengar penilaian atau komentar negatif tentang diriku. Aku juga memiliki kecenderungan cemas berlebihan terhadap segala kemungkinan, baik yang belum terjadi maupun yang telah terjadi. Aku kerap kali meratapi nasib saat menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan. Begitu juga sering menyalahkan orang lain ketika hal buruk menimpa ku.
Terjebak dalam gelombang emosi negatif terus menerus sangat menguras energiku. Aku mudah sekali terbawa arus emosi.
Ketika jiwaku sangat kacau, aku menemukan Filsafat Stoa. Orang menyebutnya juga dengan istilah Stoicism, Stoik, Stoikisme atau Stoa. Di Indonesia, Henry Manampiring menyebutnya dengan "Filosofi Teras".
Buku "Filosofi Teras"
Pertama kali aku mengenal Filsafat Stoik adalah melalui karya Henry Manampiring dari bukunya yang berjudul "Filosofi Teras". Melalui buku ini, Filsafat Stoikisme dikemas dengan bahasa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dipahami. Buku ini berhasil menyederhanakan konsep-konsep Stoikisme sehingga dapat diikuti dengan mudah, serta menghindarkan dari kesan filsafat yang abstrak dan kompleks. Buku ini tidak hanya mencakup konsep-konsep Filsafat Stoikisme saja, namun juga memberikan contoh konkret bagaimana menerapkan pemikiran Stoikisme dalam menghadapi tantangan sehari-hari yang sering dihadapi banyak orang, misalnya cemas, khawatir, mudah marah dan lain-lain.
Gambaran Singkat Buku
Filosofi Teras atau Stoikisme merupakan aliran filsafat dari Yunani Kuno yang didirikan di Athena. Pendirinya adalah Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. Meskipun telah berusia lebih dari 2000 tahun, aliran ini masih memiliki relevansi dalam mengatasi tantangan kehidupan modern dan meredakan emosi negatif. Stoikisme menekankan pada pentingnya menggunakan akal sehat dalam hidup.
Menurut Henry Manampiring, tujuan utama dari Stoikisme itu bukanlah meniadakan emosi, melainkan "mengendalikan emosi negatif", dengan menggunakan akal.
Prinsip-prinsip penting Stoikisme, meliputi :
1. Hidup Selaras dengan Alam
Pemikiran ini mengarahkan untuk hidup menuju ketenangan dengan kembali pada prinsip "selaras dengan alam". Artinya hidup sesuai dengan prinsip alam semesta. Manusia pada dasarnya di rancang sebagai makhluk yang memiliki nalar, itu lah yang membedakan mereka dari binatang. Maka nalar itu harus digunakan jika kita ingin hidup tenang.
2. Dikotomi Kendali
"Some things are up to us, some things are not up to us" - Epictetus (Enchiridion)
Membedakan antara hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak bisa kita kendalikan. Kebahagiaan sejati datang dari hal-hal yang dapat kita kendalikan, sementara itu kita tidak dapat menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal eksternal.
3. Premeditatio Malorum
"Musibah terasa paling berat bagi mereka yang hanya mengharapkan keberuntungan" - Seneca (On Tranquility of Mind)
Mempersiapkan diri menghadapi hal-hal buruk dengan memikirkan skenario buruk yang mungkin terjadi. Ini akan memperkuat mental dan mengurangi ketergantungan kita pada keberuntungan.
"Premeditatio malorum adalah cara yang efektif untuk membebaskan diri kita dari rasa ketergantungan pada keberuntungan dan selalu mengingatkan diri kita bahwa kita tetap dapat hidup bahagia bahkan ketika segala kenyamanan kita direnggut dari hidup kita" - Henry Manampiring (Filosofi Teras)
4. Amor Fati (Mencintai Nasib)
"Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkan agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya" - Epictetus (Discourses).
Amor Fati adalah Menerima dan mencintai nasib serta keadaan yang sudah seharusnya terjadi. Ini memungkinkan kita menikmati dan mensyukuri kehidupan saat ini tanpa meratapi sesuatu yang tidak ada.
"Kuncinya adalah menerima apa adanya. Stoa mengajarkan kita untuk lebih dari sekedar ikhlas menerima keadaan saat ini, tetapi justru sampai sungguh-sungguh mencintainya" - Henry Manampiring (Filosofi Teras).
Emosi Negatif bagi Stoa adalah nalar yang tersesat. Emosi negatif ini selalu bisa diselidiki dan dikendalikan, asal kita mau mengambil jeda untuk melakukan dialog internal. Dalam buku Filosofi Teras, Henry Manampiring memberikan langkah-langkah yang harus diambil saat kita mulai berlarut-larut terjebak dalam emosi negatif (mengamuk, sedih, baper, frustasi, putus asa, dll), yang disebut dengan metode S-T-A-R (Stop, Think & Asses, Respond). Intinya, kita tidak boleh tergesa-gesa menilai dan bertindak atas apa yang sedang kita rasakan atau pikirkan tanpa dianalisis terlebih dahulu.
"Memberikan diri kita kesempatan untuk berpikir rasional hampir selalu lebih baik dibandingkan dengan terus-menerus membiarkannya ditarik ke sana sini oleh emosi." - Henry Manampiring (Filosofi Teras)
Baca juga :
Cerita Ketemu dan Makan Malam Bersama Om Piring, Penulis Buku Filosofi Teras!
My Impression
Buku Filosofi Teras merupakan buku yang sangat banyak merubah diriku dalam memandang dan menjalani hidup. Stoikisme menurutku dapat menjadi obat penenang jiwa. Mengajarkan kita untuk fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, sementara kita tidak perlu khawatir tentang hal-hal di luar kendali kita.
Selama ini aku selalu mencari dan menginginkan kebahagiaan. Setelah membaca dan mempelajari Stoikisme dari buku Filosofi Teras, aku jadi tersadar bahwa bukan kebahagiaan yang seharusnya menjadi tujuan, melainkan menjalani hidup dengan sebaik-baiknya dan menjadi manusia yang lebih baik maka kebahagiaan akan mengikuti. Mungkin kalau bisa aku simpulkan menjadi :
"Kebahagiaan muncul sebagai hasil alami dari hidup yang dijalani dengan baik"
Prinsip-prinsip Stoikisme yang diuraikan dalam Buku Filosofi Teras terasa sangat mudah untuk diikuti bahkan untuk orang-orang yang awam dengan filsafat maupun yang jarang baca buku (seperti aku sebelumnya hehe). Pemikiran Stoikisme yang dituangkan pun sangat mudah untuk diaplikasikan dalam rutinitas sehari-hari.
Om Piring (Henry Manampiring) mengemasnya dengan bahasa sederhana serta melengkapinya dengan contoh-contoh nyata yang sering dialami oleh kebanyakan orang. Aku merasa relate, terkadang saat membaca sampai "ah iya bener, ini bener banget, ih ini aku banget sering ngalamin ini". Apalagi Om Piring ini menyampaikannya pakai bahasa sehari-hari yang ngga kaku, jadi berasa kaya lagi ngobrol aja gitu.
Setelah membaca Filosofi Teras, aku pun tergugah untuk membaca teks-teks asli dari para Filsuf Stoa maupun buku rujukan lain yang membahas tentang Stoikisme. Sesuai dengan saran Om Piring bahwa buku Filosofi Teras ini hanya appetizer, jadi para pembaca diarahkan untuk membaca berbagai macam buku rujukan lain yang membahas Stoikisme supaya pemahaman kita tentang Filsafat ini lebih luas lagi.
Bermula dari Buku Filosofi Teras inilah, sampai saat ini aku masih terus mempelajari Stoikisme. Aku telah menerapkan Stoikisme selama 2 tahun, mulai dari tahun 2021. Aku merasakan manfaat yang sangat besar terutama dalam mengelola emosi negatif, sehingga hidupku menjadi lebih tenang dan penuh kedamaian.
Tidak ada komentar: