Menjadi Anak Pertama Perempuan

Januari 04, 2023

 


Menjadi anak perempuan pertama itu tidak mudah; bahunya harus sekuat baja, tangannya harus sekuat laki-laki agar bisa membanggakan keluarga, hatinya harus setegar karang, matanya tidak boleh menampakkan kesedihan. -Tere Liye



Menjadi anak pertama terlebih lagi seorang perempuan memang aku akui bukan sesuatu yang mudah. Segala hal yang orang tuaku bicarakan, seakan-akan seperti menuntutku. Ketika dewasa aku baru menafsirkan ulang apa yang mereka maksud itu mungkin bisa jadi hanyalah menyarankan agar aku lebih baik. Tapi dulu aku meyakininya sebagai sebuah 'tuntutan' atau 'keharusan'. Tuntutan itu terasa seperti beban berat di pundakku. 



Dulu aku tidak menyukai peran sebagai anak pertama. Terlalu berat rasanya. Diminta mengalah, memberi contoh yang baik, sabar, mandiri, kuat dan segala tuntutan lainnya. Terpaksa harus memakai topeng agar terlihat baik-baik saja, padahal sebetulnya hati ini rapuh. Kadang terbesit keinginan untuk punya kakak yang bisa menjadi sosok pelindung dan panutan. 



Seringkali aku mengeluh, "kenapa sih aku harus jadi anak pertama?". Tiba-tiba aja gitu, aku terlahir di dunia sebagai anak pertama. Ngga ada tawaran sebelumnya apakah aku mau menjalankan peran itu. Wajar saja kan kalau aku menganggap semesta ini ngga adil?. Terlahir dengan peran berat yang bahkan tidak aku minta, tetapi dunia juga turut menuntut kita untuk menjadi begini begitu.



Anak pertama sering dituntut untuk menjadi sempurna. Harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, pundaknya harus sekuat baja, dan hatinya juga harus tegar. Terpaksa harus selalu terlihat kuat meskipun sehancur apapun duniaku. 



Ketika sedang merasa lelah dengan segalanya, anak-anak lain mungkin bisa lari ke orang tuanya untuk bercerita. Tapi tidak denganku sebagai anak pertama yang lebih memilih untuk memendam dan menyimpan semua sendirian. Bukannya tidak mau berbagi, hanya saja aku tidak ingin membuat orang tua ikut sedih dan khawatir. Satu-satunya tempat untuk berbagi ya diri sendiri. Kalaupun ingin mengadu ya lebih baik mengadu ke Tuhan lewat doa.



Setiap saat yang aku pikirkan hanyalah masa depan. Karena aku mengingat ada orang tua yang selalu menaruh harapan besar untukku. Sebesar apapun harapan itu, akan selalu aku usahakan dengan keras untuk mewujudkannya. Semua itu demi  bisa membanggakan dan membahagiakan mereka. 

Seiring berjalannya waktu, aku mulai mencoba untuk memaknai kembali peran 'anak pertama perempuan' sebagai anugerah dari Tuhan. Aku percaya, manusia terlahir di dunia untuk menjalankan peran yang telah Tuhan anugerahkan kepada mereka. Peran itu memang tidak bisa kita pilih. Tapi aku percaya itu adalah sebagai bagian dari takdir yang Tuhan berikan. 



Meskipun memang sulit menjadi anak pertama perempuan, tetapi aku ngga mau menghabiskan waktuku hanya untuk meratapi nasib. Aku bersyukur Tuhan telah menaruh aku ke dalam peran ini. Artinya, Tuhan percaya bahwa aku pantas dan mampu menghadapi segala tantangannya.



Di balik peran yang Tuhan berikan untukku, pasti akan selalu ada banyak pelajaran hidup yang bisa aku ambil. Akan selalu ada makna yang bisa aku peroleh. Walaupun sulit, aku yakin semua bisa aku lalui. Tetap semangat melanjutkan perjalanan dan perjuangan untuk membahagiakan diriku, orang tua, dan adik-adik.



Menjadi anak pertama itu memang suatu peran yang tidak bisa aku pilih. Tetapi aku selalu bisa memilih menjadi anak pertama yang seperti apa. 







Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.