Menjadi Pribadi Yang Lebih Tenang
Photo by Eneko Uruñuela on Unsplash |
Waktu dan pengalaman telah mengajarkan aku akan banyak hal. Pelajaran yang membawa diriku menjadi orang yang lebih santai dalam menjalani hidup. Hidup itu kan sejatinya emang sederhana, yang bikin hidup jadi ribet itu justru diri kita sendiri. Aku banyak belajar terutama dalam menyikapi hal-hal yang ada di luar kendali. Sejak hampir 2 tahun yang lalu, hidupku banyak dipengaruhi oleh pemikiran stoikisme. Aku belajar banyak soal filsafat stoik ini sejak aku mengenal buku "Filosofi Teras" karya Om Piring. Buku itu lah yang banyak banget merubah hidupku, serius!. Mulai dari belajar untuk ngga khawatir soal penilaian orang, ngga khawatir soal masa depan atau mencemaskan masa lalu, belajar untuk ngga baperan ketika dapat komentar buruk, dan lain-lain. Awalnya aku tertarik sama buku ini karena reviewnya yang cukup bagus, dan selalu berada di rak best seller gramedia. Udah gitu judulnya mirip kaya namaku hehe, karena makin penasaran akhirnya beli deh. Di luar dugaan, buku ini bener-bener sangat membuka pikiranku, membuat aku berubah drastis, membuat aku jadi suka baca buku juga, gara-gara membaca satu buku ini mengantarkan aku untuk membaca belasan buku lainnya!.
"Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca.
Cari buku itu. Mari jatuh cinta"
- Najwa Shihab
Selama aku hidup, aku selalu bertanya-tanya tentang kebahagiaan, tentang bagaimana hidup damai dan tenang, tentang bagaimana aku bisa menerima segala hal yang telah ditakdirkan. Akhirnya terjawab juga oleh buku ini, filosofi stoik. Beberapa pelajaran yang aku ambil diantaranya adalah konsep dikotomi kendali. Di dunia ini tuh ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak bisa kita kendalikan. Kalau kita mau hidup lebih damai, kuncinya ya fokus sama apa yang bisa kita kendalikan aja. Menariknya, ternyata hal-hal yang bisa kita kendalikan itu hanya pertimbangan, opini, persepsi, keinginan kita, tujuan kita, segala sesuatu yang berasal dari pikiran dan tindakan kita sendiri. Selain itu, semuanya ada di luar kendali kita seperti tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi/popularitas kita, kesehatan kita, kekayaan kita, kondisi saat kita lahir, segala sesuatu di luar pikiran dan tindakan kita (cuaca, bencana alam). Tujuan dari filosofi stoik itu sendiri adalah "hidup bebas dari emosi negatif" seperti sedih, marah, curiga, baper, dll. Mulai dari pemahaman-pemahaman ini lah, aku terus menerus belajar untuk mempraktikkan dalam kehidupan. Meskipun ya, kadang sebagai manusia tetap ada masa nya kurang bisa mengontrol diri, ada saatnya kadang terbawa emosi. Tapi setidaknya aku merasa bisa meminimalisir hal itu terjadi, aku bisa dengan cepat kembali ke pikiran yang rasional dan tidak berlarut-larut dalam emosi negatif. Okei, tapi kali ini aku ngga akan bahas buku Filosofi Teras lebih jauh karena bakalan panjang. Banyak juga yang udah mengulas buku ini. Jadi, di tulisan kali ini aku cuma mau berbagi cerita aku aja tentang kejadian yang terjadi sama aku selama satu minggu belakangan dan ada kaitannya sama stoikisme.
29/10/2022
Setiap hari kita itu pasti selalu dihadapkan dengan berbagai situasi yang ada di luar kendali kita, misalnya kaya yang terjadi sama aku beberapa waktu lalu. Aku merencanakan untuk liburan ke kebun teh "Medini" setelah aku menyelesaikan revisi proposal. Lokasinya ngga jauh dari kosan, cuma butuh waktu 30-40 menitan aja. Aku berdua sama sahabat aku, Ais. Kita berangkat pagi jam 5.45 dan perjalanan cukup lancar. Pas tiba disana, jalan semakin menanjak dan kita salah ambil jalur, jadi jalannya rusak parah. Tiba-tiba aja keluar asap putih dari mesin motorku dan baunya cukup ngga enak. Aku agak sedikit panik awalnya, tapi aku mencoba untuk tetap tenang sampai tiba di parkiran atas. Sampai di sana, ngga ada sinyal sama sekali dan suasana masih sepi. Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk dulu di warung kecil sambil memikirkan solusinya. Sambil memesan makanan di sana, aku sembari bertanya ke penjual warung itu apakah ada bengkel terdekat. Alhamdulillah, ternyata ada bengkel di sekitar situ meskipun jaraknya cukup lumayan harus turun dulu. Tapi setidaknya aku sudah lebih tenang karena lokasi kita jauh di atas, ternyata masih ada bengkel.
Meskipun awalnya aku panik, tapi aku berusaha untuk ngga mengeluh atau sampai mengeluarkan sumpah serapah. Bisa aja kan di situasi yang kaya gitu aku marah-marah atau mengeluh tapi kan aneh masa marah-marah sama motor yang jelas-jelas benda mati hahaha. Aku juga ngga mau merusak suasana liburan kali ini, ngga enak juga sama sahabat aku. Aku memilih untuk meresponnya dengan santai, sambil ngopi plus makan indomie di warung dan ngobrol sama ibu penjual warung sembari mencari solusi terbaik. Setelah itu, motor aku bawa ke bengkel terdekat seperti yang udah di tunjukkan oleh ibu warung tadi, untungnya motorku masih bisa diselamatkan dan habis biaya 50 ribu aja untuk perbaikan. Lumayan ya, keluar 50 ribu padahal itu posisinya akhir bulan dan uang makin menipis. Udah gitu, bapak bengkelnya berpesan nanti kalau udah sampai ke kota langsung dibawa ke bengkel lagi untuk diganti sparepartnya karena di sini ngga ada stoknya. Tapi aku ngga mengeluh, aku mulai melihat dari perspektif lain. Mungkin aja dari kejadian ini, aku jadi bawa rejeki buat bapak tukang bengkel itu. Karena bengkelnya terletak di Desa yang ada di atas daerah pegunungan, makanya ya ngga ramai-ramai amat berdasarkan dari apa yang aku lihat. Di sana aku juga jadi ngobrol sama warga sekitar yang kebetulan lagi ke bengkel juga. Jadi ngobrol sama bapak tukang bengkelnya juga. Dan hikmah besar yang aku ambil adalah supaya ke depannya aku ngga males-malesan cek kondisi kesehatan motor. Selama ini kayanya aku terlalu mengabaikan kesehatan motorku. Coba aja kalau ngga ada kejadian ini, kayanya aku masih cuek-cuek aja sama kesehatan motor wkwkwk.
Aku mulai membiasakan diri untuk tetap tenang ketika berada di situasi seperti ini. Membiasakan untuk melihat kejadian dari sudut pandang lain yang lebih positif. Dengan begitu aku jadi tetep bisa menikmati liburkan kala itu.
Alhamdulillah pulang dengan selamat |
3/11/2022
Situasi lainnya terjadi juga belum lama ini. Selama hampir satu bulan, aku sibuk dengan penyusunan proposal skripsi. Terhitung aku sudah mengikuti 5 kali bimbingan dan 5 kali revisi selama satu bulan ini. Rasanya ya kadang jenuh, frustasi dan cemas karena revisi ngga berhenti-berhenti. Bawaannya maunya ngeluh terus, kenapa ngga selesai-selesai. Aku kembali mengingatkan diriku bahwa, revisi itu adalah bagian dari sesuatu yang ada di luar kendali. Kalau mau ngikutin mau nya aku, ya aku ngga mau revisi terus-terusan, capek. Tapi revisi ini kan atas dasar kehendak dosen pembimbing. Sudah semestinya dosen pembimbing itu tugasnya ya mengoreksi dan memperbaiki hasil dari apa yang ditulis mahasiswa nya. Sementara aku sebagai mahasiswa ya sudah semestinya tugasnya mengikuti arahan dari dosen pembimbing untuk merevisi. Jadi apa yang perlu aku pusingin?. Akhirnya aku kembali fokus untuk mengerjakan. Hingga tiba lah saat nya, dosbing ku menginfokam bahwa proposalku akan beliau ACC. Wahhhhh, rasanya lega banget... Aku jadi balik lagi mengingat bahwa, "tetap lah fokus pada apa yang bisa kita lakukan, apa yang menjadi tanggung jawab kita, apa yang menjadi tugas kita, selebihnya biarlah semesta yang bekerja" hihihi. Aku bersyukur, tapi aku berusaha untuk ngga senang yang terlalu berlebihan juga karena justru setelah ini tantangannya mungkin akan jauh lebih berat.
Nah sambil merayakan pencapaian ini, setelah minta tanda tangan dosen pembimbing, aku memutuskan untuk meluangkan waktu jalan-jalan sendirian. Ke tempat yang biasanya aku kunjungi, letaknya ngga jauh dari kosan, butuh waktu kurang dari 5 menit untuk sampai ke sana. Tempat ini tuh emang enak banget buat menyendiri. Aku menikmati pemandangan di sekitar sambil dengerin musik. Di momen ini juga, aku mulai mengingat peristiwa-peristiwa yang sudah aku lalui. Berterima kasih pada diri sendiri bahwa sudah mau bertahan dan berjuang sampai sejauh ini. Aku merenung dan mengevaluasi segala hal yang sudah aku lewati, dan berusaha memperbaiki apa yang belum baik ke depannya. Momen menyendiri kaya gini tuh sangat penting buat mengingat kembali apa tujuan kita. Momen kaya gini juga bisa menjadi jeda untuk mengistirahatkan pikiran akhirnya pikiran bisa jadi jernih kembali dan tenang.
Epilog
Banyak situasi dalam kehidupan sehari-hari yang tidak bisa kita prediksi, di luar dugaan kita. Kalau kata Epictetus (discourses) "janganlah kamu menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru ingingkan agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik adanya". Setiap situasi yang terjadi sama kita, sekalipun itu buruk pasti memiliki makna. Stoikisme mengajarkan bahwa "kita tidak bisa memilih situasi kita, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap atas situasi yang sedang kita alami". Jadi balik lagi ke dikotomi kendali stoikisme, kedamaian sejati itu ya berasal dari hal-hal yang bisa kita kendalikan aja. Dengan kita terus fokus sama apa yang bisa kita kendalikan, kita akan jadi manusia yang lebih tenang dan ngga mudah untuk ditarik sana sini oleh emosi. Hal ini sejalan dengan pemikiran Steven R. Covey dalam bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People. Untuk menjadi manusia yang efektif, kita harus menjadi "proaktif". Orang yang proaktif itu tidak akan menyalahkan keadaan, kondisi, atau pengkondisian untuk perilaku mereka karena orang yang proaktif itu digerakkan oleh nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara matang-matang. Kalau aku bisa menyimpulkan, akhirnya aku menyadari bahwa ketika kita dihadapkan dengan situasi buruk, situasi di luar dugaan, situasi yang menjengkelkan "jangan langsung merespon". Karena biasanya respon otomatis itu ngga rasional, aku membiasakan untuk mencoba ambil waktu sejenak untuk menganalisis emosi yang aku rasakan baru kemudian memilih respon yang terbaik.
Terima kasih sudah membaca :)
Tidak ada komentar: