Memperbarui Diri (Refleksi, Komitmen Diri, Mulai dari Sekarang)

Mei 26, 2022

   


"mulai dari sekarang juga atau tidak akan selamanya"



Beberapa bulan terakhir, aku sedang mengalami fase yang aku sendiri sulit untuk mendeskripsikannya. Kira-kira sejak bulan Ramadhan kemarin, aku merasakan kurang semangat, unmotivated, lebih banyak malas-malasan, sulit fokus dalam menjalani hari. Aku sendiri ngga tau kenapa, rasanya segala sesuatu yang biasa aku lakukan udah ngga menarik lagi, jadi ngga ada gairah buat beraktivitas. Akhirnya aku lebih memilih untuk ngga melakukan apa-apa. Hal itu berlangsung cukup lama yang akhirnya membentuk pola yang sama setiap harinya. Di mulai dari tidur larut malam (begadang), tidur lagi setelah subuh, bangun siang, bingung mau ngapain akhirnya cuma scroll sosial media, sampai akhirnya begadang lagi karena ngga bisa tidur. 



Aku menyadari betul bahwa pola kebiasaan tersebut salah. Tapi dengan bandelnya aku tetep mengulangi pola itu selama beberapa waktu. Seringkali aku udah memantapkan diri untuk tidak mengulang pola yang sama itu, tapi akhirnya ngulang juga. Akhirnya muncul perasaan menyesal dan bersalah karena menjalani hari dengan tidak produktif. Inilah yang disebut dengan "lingkaran setan", pola kebiasaan buruk yang sulit sekali untuk keluar darinya. Walaupun aku udah niat banget nih buat besok mulai balik ke pola kebiasaan yang baik, ujung-ujungnya sama aja malah mengulang pola yang salah terus menerus. 



Aku tau betul tidur setelah subuh itu ngga baik, bangun siang itu ngga baik, menunda pekerjaan itu ngga baik tapi rasanya masih susah untuk keluar dari kebiasaan itu. Aku jadi teringat sama apa yang dikatakan oleh Juhyung Kim dalam bukunya bahwa "Mengubah kebiasaan di umur 20-an itu memang sulit meski kita telah mengusahakan semaksimal mungkin", "Di umur 20-an kita harus hati-hati agar tidak terjerumus dalam kebiasaan buruk". Memang di usia 20-an membutuhkan pengendalian diri yang kuat. Sekarang aku lagi ngerasain hal itu. Rasanya aku ngga punya kekuatan untuk keluar dari kebiasaan buruk itu. 



Akhirnya aku mulai muak dengan diri sendiri yang ngga bisa keluar dari pola itu. Untuk itu aku mengambil waktu jeda untuk melakukan refleksi diri. Setelah dipikir-pikir, satu-satunya cara untuk keluar dari pola kebiasaan yang buruk ini adalah dengan cara "dipaksa", udah ngga ada alasan dan cara lain lagi. Kalau kita ngga punya kekuatan untuk memaksa diri sendiri keluar, pasti kita akan selalu mengulangi hal yang sama lagi dan lagi. Ngga ada waktu yang tepat juga untuk memulai kebiasaan baik selain "mulai dari sekarang juga atau tidak akan selamanya". Intinya cuma dua, dipaksa dan mulai dari sekarang.



Terkadang memang kita perlu tegas bahkan terhadap diri kita sendiri. Awalnya mungkin akan sulit, tapi seiring berjalannya waktu akan terbiasa. Hal pertama yang aku lakukan adalah membuat komitmen pada diri sendiri. Sederhananya, komitmen itu janji untuk melakukan sesuatu. Komitmen pada diri sendiri diri sendiri bisa diartikan sebagai perjanjian yang berkaitan dengan keinginan kita untuk menjadi lebih baik. Janji kalau sekedar dipikirkan atau dibicarakan itu cenderung sulit untuk ditepati. Makanya kalau kita lihat, perjanjian resmi itu biasanya ada hitam diatas putih alias "tertulis". Sama halnya dengan komitmen diri, alangkah baiknya ditulis. Aku sendiri merasakan, dengan menulis komitmen yang mau aku lakukan diatas kertas aku akan selalu ingat dan selalu berusaha untuk menepatinya. Mungkin bagi beberapa orang cara ini terkesan masih sulit bahkan ribet untuk dilakukan. Terkadang juga masih sering terdistraksi sama hal lainnya. Disinilah aku menyadari selain komitmen, penting juga untuk kita memiliki "pengendalian diri" yang kuat supaya kita tetap bisa memegang teguh komitmen yang telah kita buat. 



Sudah sempet aku singgung sebelumnya, selain dipaksa hal lain yang perlu dilakukan ketika kita bingung harus mulai dari kapan jawabannya cuma satu "mulai dari sekarang". Bagian ini memang sedikit sulit aku terapkan. Seringkali keinginan untuk memulai terkalahkan oleh rasa malas. Lagi-lagi kuncinya harus tegas sama diri sendiri, harus dipaksa. Ada beberapa metode yang aku lakukan. Salah satunya metode 1,2,3,4,5. Yap, ketika mau melakukan sesuatu tapi terhalang rasa malas biasanya aku berhitung sampai 5 trus langsung bergerak. Misalnya malas beranjak dari kasur di pagi hari yang mendung, tapi aku harus mandi dan mengerjakan tugas maka aku hitung sampai dengan 5 lalu aku langsung menuju kamar mandi. Kalau kita ngga punya kekuatan untuk melawan rasa malas ya hal itu mustahil dilakukan. Memang sejatinya yang paling sulit dikalahkan itu bukanlah musuh, tapi diri kita sendiri. Again, harus dipaksa mau sesulit apapun lama-lama pasti diri kita bakal terbiasa pada akhirnya. Memang yang sulit itu sebetulnya memulainya, kalau udah dijalanin sebenernya tuh ngga berat bahkan lama-lama enjoy. Disaat berhasil melawan diri sendiri (rasa malas) aku jauh merasa lebih puas dan bahagia serta ngga terus menyesal atau merasa bersalah sama diri sendiri. 



"Setiap hari kita dihadapkan oleh pertarungan dengan diri sendiri, kalau kita berhasil melawan diri sendiri itu artinya kita telah mencapai kemenangan pribadi"



Ada satu hal lagi yang aku sadari bahwa terkadang aku sulit untuk merubah kebiasaan yang kurang baik itu karena ada distraksi dari handphone, mulai dari sosial media atau notifikasi chat. Seringkali aku terlalu larut dalam bermain media sosial hingga lupa waktu, bahkan cuma sekedar bales chat kadang terlalu asik sampai akhirnya kelamaan megang hp. Awalnya mungkin cuma mau buka sosmed sebentar untuk menghilangkan jenuh. Semakin aku scroll sosmed semakin aku ngerasa asik, ketagihan, mau liat postingan selanjutnya terus menerus. Belum selesai scroll tiba-tiba ada notifikasi chat, akhirnya buka dan balesin chat dulu. Sambil nunggu balesan chat, buka sosmed lagi. Gitu aja terus sampai akhirnya kita sadar 3 jam udah berlalu. 



Aku sempet kaget pas ngecek screen time hp-ku mencapai 8 hingga 10 jam. Kalau aku ngga ngecek aku ngga akan tau kalau ternyata selama ini aku menghabiskan 10 jam untuk menggunakan hp. WHAT THE HELL?!. Betapa menyesal dan bersalahnya aku ketika tau itu, selama ini aku telah membuang-buang waktu. Aku membayangkan kalau 10 jam itu aku pakai untuk sesuatu yang lain, misalnya bekerja aku sudah dibayar dan mendapat upah lembur 2 jam. Contoh lain mungkin, kalau aku pakai 10 jam itu untuk menulis, aku udah dapet berapa judul artikel?. Intinya ngapain 10 jam megangin hp. Aku merasa bersalah karena sebetulnya ada banyak hal yang lebih baik aku lakukan daripada sekedar berkutat di media sosial. Memang sosial media itu banyak positifnya juga, kita bisa belajar dari konten-konten yang bagus, tapi kalau terlalu banyak informasi yang kita terima itu juga ngga baik dan bikin kita lelah.



Aku juga merasa bersalah karena dari yang tadinya tujuanku membuka sosial media mungkin untuk membuang rasa jenuh, malah jadi keterusan dan kecanduan bahkan menganggu aktivitasku. Banyak banget informasi di sosial media yang sebetulnya ngga kita butuhkan, tapi seringkali karena kita mengakses cuma karena kita merasa bosan. Meski udah lama mengakses sosial media ternyata seringkali aku merasa kebosananku juga ngga sepenuhnya hilang. 




Untuk mengatasi masalah itu, aku mulai memaksa diri untuk membatasi penggunaan handphone. Mungkin beberapa orang udah notice akhir-akhir ini aku jarang terlihat membuat story whatsapp atau instagram. Yap, itu termasuk salah satu langkahku dalam mengurangi penggunaan sosial media. Seringkali aku merasa ketika aku upload sesuatu pasti ada kecenderungan untuk terus menerus mengecek mulai dari storyku aneh ngga ya, siapa aja yang lihat stroryku, storyku alay ngga si, akhirnya hapus. Intinya jadi ada kecenderungan dalam diri untuk berulang kali mengecek story atau konten yang aku upload. Jadi aku memutuskan untuk tidak terlalu sering membagikan apapun ke sosial media. Kalau dipikir-pikir juga, siapa yang peduli? belum tentu juga orang lain bakal nonton storyku, atau bahkan seringkali story kita cuma di skip. 



Kalau dipikir lagi kadang aku membagikan tentang aktivitasku di medsos mungkin karena membutuhkan "pengakuan sosial". Kalau dipikir lebih jauh lagi, buat apa aku butuh pengakuan dari orang lain? emangnya aku siapa, sepenting apakah aku, setenar apakah aku ngapain aku nunjukin segalanya di sosial media dan pengakuan dari merekapun sejatinya cuma bikin bahagia sesaat. Aku juga menyadari satu hal lagi bahwa dalam sosial media itu antara yang asli dan palsu membaur, jadi pengakuan dari orang lain pun sama halnya kita ngga tau itu pujian yang tulus atau palsu. Jadi ngga ada gunanya kalau aku terus-terusan mencari pengakuan di media sosial, itu justru membuang waktu. 



Langkah lain yang aku lakukan untuk mengurangi distraksi di media sosial adalah mulai unfollow akun apapun yang tidak memberi dampak baik. Banyak juga sebetulnya akun-akun yang kerjaannya cuma curhat atau pamer dan itu seringkali adalah akun temen wkwkwk. Mungkin aku ngga setega itu untuk unfollow (sebetulnya karena males ditanyain aja si nantinya), jadi alternatif lainnya adalah aku mute akun-akun itu. Pilihannya kalau ngga unfollow ya di mute. Begitu pula dengan story whatsapp aku memilih untuk mute semua orang supaya aku ngga ada keinginan buat nontonin story mereka karena cukup membuang waktu. Selain unfollow, aku juga mengambil langkah tegas dengan meng-uninstall beberapa media sosial yang cukup menganggu. Lagi-lagi harus tegas ya bestie. 


"NO POSTING, NO LIKING, JUST LIVING"



Dampak yang aku rasakan dengan melakukan langkah-langkah di atas untuk mengurangi bermain media sosial, aku merasa jauh lebih fokus dalam menjalani hari, aku lebih tenang, lebih terarah. Disitulah aku menyadari ternyata sebesar itu dampak dari kecanduan sosial media dapat mengganggu kehidupan penggunanya. Refleksi, komitmen pada diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mengurangi sosial media menjadi langkah awal untukku memperbarui diri. Sekarang aku sudah mulai terbiasa dengan pola dan kebiasaan baru yang lebih baik. Again, aku jauh lebih puas dan bahagia dalam menjalani hari. 


Terima kasih sudah membaca. 


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.